Situasi di Laut China Selatan makin panas. TNI pun mengerahkan sejumlah alutsista berupa KRI dan pesawat. Tujuannya, untuk memberi deterrent effect kepada sejumlah negara yang bersengketa di wilayah perairan tersebut.
"Kita siagakan tiga KRI dan Pesut Patmar
(pesawat udara patroli maritim, red)," kata Kepala Dinas Penerangan TNI
AL (Kadispenal) Laksamana Muda (Laksma) Muhammad Zainuddin kepada Jawa
Pos kemarin (20/10).
Bahkan, tiga KRI tersebut sudah berada
Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV (Lantamal IV) Tanjung Pinang, yang
merupakan Lantamal terdekat yang dimiliki Komando Armada Indonesia
Kawasan Barat (Koarmabar). Namun, Zainuddin tidak bisa menyebutkan nama
ketiga KRI tambahan tersebut.
Dengan penambahan tiga KRI tersebut, sudah tujuh kapal perang yang disiagakan untuk memberikan deterrent effect di
kawasan tersebut. Sebelumnya, sudah ada empat KRI yang disiagakan.
Selain itu, lanjut Zainuddin, intensitas patroli udara di kawasan juga
akan ditingkatkan.
Untuk diketahui, ketegangan di Laut China
Selatan belakangan memanas seiring pembangunan tujuh pulau reklamasi
yang dilakukan Tiongkok di Kepulauan Spartly. Serta pembangunan landasan
udara dan fasilitas militer di Karang Fiery Cross. Kedua tempat
tersebut merupakan kawasan yang menjadi sengketa Tiongkok dengan
beberapa negara ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.
Belakangan Indonesia juga masuk dalam
pusaran konflik Laut China Selatan setelah pemerintah Tiongkok
mamasukkan sebagian wilayah Natuna ke peta wilayahnya. Meski belum
berpengaruh terhadap hubungan Jakarta-Beijing, sikap keras diperlihatkan
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam beberapa kesempatan.
Terakhir, Gatot menolak ajakan Menteri
Pertahanan Tiongkok Chang Wanquan untuk menggelar latihan bersama di
Laut China Selatan. Gatot beralasan, semua negara harus menahan diri
untuk tidak melakukan aktivitas militer di kawasan tersebut.
Sementara itu, mantan Kepala Staf Angkatan
Laut (KSAL) Laksamana (pur) Marsetio mengatakan, penguatan keamanan di
kawasan Laut China Selatan sebagai hal yang mutlak dilakukan. "Di situ
terdapat sumber energi yang besar," ujarnya di Kantor Lemhannas,
Jakarta.
Sebab, lanjutnya, persoalan energi akan
menjadi sumber utama pertikaian antar bangsa di masa mendatang. Sebagai
kawasan penyimpan energi, Laut China Selatan menjadi daerah yang rawan.
"Perang tidak di eropa lagi, tapi di kawasan yang menyimpan energi,"
ujarnya. (far/agm)
No comments:
Post a Comment