Tidak Hanya untuk Sipil, tetapi Juga untuk Kepentingan Militer
Pesawat N-219 yang dikembangkan PT DI bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. (photos : Kaskus Militer)
Pesawat baru produksi PT Dirgantara Indonesia (Persero), yakni
N-219, diminati sejumlah perusahaan penerbangan baik di dalam negeri
maupun luar negeri. Pemesanan sudah mulai dilakukan meski saat ini PT DI
sedang dalam tahap perakitan akhir untuk pembuatan prototipe pesawat
tersebut.
Budi
mengemukakan hal itu seusai acara syukuran atas Pencapaian Tahap
Validasi Rekayasa Rancang Bangun Struktur N-219 Hasil Kerja Sama PT DI
dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) di hanggar
N-219, Bandung.
PT
Dirgantara Indonesia, Bandung, membuat pesawat N-219, seperti
terlihat Kamis (12/11). Pesawat dengan desain, teknologi, serta interior
yang seluruhnya dikerjakan oleh Indonesia ini memiliki banyak
kelebihan, antara lain mampu menjelajah ke daerah pelosok yang memiliki
landasan pendek. Pesawat ini dikembangkan PT DI bersama Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Pesawat
itu telah selesai dirancang dan dibangun strukturnya secara utuh
berbentuk pesawat asli, dan direncanakan diresmikan Presiden Joko
Widodo. Pesawat komuter berkapasitas 19 penumpang dengan dua mesin
turboprop dan bernilai investasi sekitar 50 juta dollar AS itu
direncanakan pula dapat terbang perdana pada tahun 2016.
Sejumlah
perusahaan penerbangan yang berminat membeli N-219 di antaranya
Aviastar dan Trigana Air. Perusahaan ini telah menandatangani nota
kesepahaman dengan PT DI.
Selain
itu, sejumlah negara juga telah menyatakan minatnya untuk membeli
pesawat angkut ringan yang dapat beroperasi di daerah penerbangan
perintis ini, yaitu Kroasia, Laos, dan Thailand. Thailand yang pernah
membeli pesawat NC-212 dan CN 235 itu ingin membeli N-219 untuk kegiatan
menurunkan hujan buatan guna mendukung pertaniannya. “Kanada juga
menawarkan kerja sama untuk produksi N-219,” ujar Budi.
PT
DI menargetkan produksi N-219 pada 2017 rata-rata 6 unit per tahun,
lalu pada 2018 sebanyak 10 unit per tahun, dan pada 2019 ditingkatkan
sebanyak 18 unit per tahun, dan maksimal adalah 20 unit per tahun dengan
melihat pula kebutuhan pasar.
Budi
mengemukakan, pihaknya optimistis pesawat N-219 mampu menguasai pasar
pesawat terbang di kelasnya. Harga jual pesawat ini juga diupayakan
berkisar 5 juta – 6 juta dollar AS per unit. Harga ini relatif lebih
murah dibandingkan dengan kompetitor, yakni pesawat Twin Otter buatan
Kanada yang dijual sekitar 7 juta dollar AS per unit.
Pesawat
N-219 juga memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya dapat lepas
landas dan mendarat dalam jarak pendek di landasan sepanjang 600 meter,
dapat lepas landas dan mendarat di landasan yang tidak beraspal, mudah
dioperasikan di beberapa daerah terpencil, kabin terluas di kelasnya,
serta biaya operasional yang kompetitif.
“Pesawat
N-219 juga unggul karena desainnya mengacu pada teknologi tahun
2000-an, sedangkan kompetitor desainnya adalah teknologi tahun 1960-an.
Pesawat ini juga dapat dikendalikan dengan kecepatan rendah, yaitu 59
knot. Itu sebabnya pesawat ini dapat mendarat dalam jarak pendek di
landasan sepanjang 600 meter. Dengan demikian, pesawat ini sangat cocok
untuk melayani penerbangan perintis dengan kondisi bandara di daerah-
daerah terpencil, yang umumnya kondisi landasan pendek dan tidak
beraspal,” tutur Budi.
Budi
juga menjelaskan, pesawat N-219 dapat digunakan untuk menjangkau
seluruh daerah penerbangan perintis di Indonesia yang tersebar di 21
provinsi, meliputi 170 rute penerbangan. Rute penerbangan perintis
terbanyak adalah di kawasan Sulawesi dan Papua. “Paling tidak dengan 100
unit pesawat N-219 sudah dapat melayani semua rute penerbangan
perintis,” ujarnya.
Chief
Engineering N-219 PT DI Palmana Bhanadhi mengatakan, pesawat N-219 juga
dapat difungsikan untuk kegiatan militer, patroli maritim, ataupun
evakuasi di daerah bencana. Palmana menyinggung pula, mesin N-219
menggunakan PT6-42A, 850 shaft horse power (shp) buatan Kanada, dan
baling-baling Hartzell buatan AS.
“Untuk sistem avionik, kami menggunakan Garmin 1000 buatan AS.
Dalam pemilihan mesin ini, kami tidak pilih satu perusahaan, tetapi
melalui seleksi pada sejumlah perusahaan. Kami juga beraudiensi dengan
customer, dan mereka lebih menyukai mesin dari Kanada ini yang
reputasinya dikenal bagus. Mesin ini telah digunakan lebih dari 2.500
pesawat. Dengan begitu, harganya tidak mahal, pemeliharaan dan suku
cadang juga mudah diperoleh,” katanya.