Uji coba bom hidrogen Korut dinilai dapat membahayakan keamanan nasional Rusia
Anggota parlemen Rusia mengecam uji coba bom hidrogen
yang dilakukan oleh Korea Utara (Korut). Pasalnya, uji coba itu dapat
menimbulkan ancaman keamanan nasional bagi Rusia.
"Jarak dari
Pyongyang ke Vladivostok kurang dari 700 kilometer. Dan setiap aktivitas
yang dilakukan Korut secara langsung mempengaruhi keamanan nasional
negara kita," kata anggota parlemen Rusia, Konstantin Kosachev, seperti
dikutip dari laman TASS, Rabu (6/1/2016).
Tidak hanya
itu, Kosachev mengungkapkan, uji coba yang dilakukan oleh Korut
melanggar hukum internasional. Korut bersama India, dan Pakistan secara
de facto tidak menandatangani Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-Coba
Nuklir (CTBT). Jika benar Korut melakukan uji coba bom hidrogen, maka
bisa dipastikan negara itu melanggar hukum internasional.
"Jika
informasi mengenai uji coba bom hidrogen ini benar adanya, maka ini
adalah bentuk pelanggaran lain dari semangat CTBT yang dilakukan oleh
Pyongyang," kata Kosachev.
Sebelumnya, Korut telah tiga kali
dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB akibat aktifitas nuklirnya.
Alih-alih mematuhi Resolusi PBB yang menjatuhkan sanksi, Pyongyang malah
melakukan uji coba bom hidrogen. (ian)
Sindonews
Indonesia siap bekerjasama dengan Rusia untuk meredam ketegangan antara Arab Saudi dengan Iran | (Sindonews/Ian)
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dan Menteri
Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, melakukan pembicaraan untuk
meredam ketegangan di Teluk Persian melalui saluran telepon. Dalam
pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, kedua diplomat
tingkat tinggi itu sepakat jika konflik yang timbul antara pemerintah
Arab Saudi dan Iran harus diatasi dengan dialog.
"Kedua belah
pihak bertukar pendapat tentang metode deeskalasi ketegangan yang timbul
dalam beberapa hari terakhir di Teluk Persia. Keyakinan itu diungkapkan
bahwa kontradiksi-kontradiksi ini harus diatasi melalui dialog," begitu
pernyataan Kemlu Rusia seperti dikutip dari laman Sputniknews, Rabu (6/1/2016).
Dalam
kesempatan itu, Menlu Retno Marsudi menekankan, Indonesia sebagai
negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, tertarik bekerjasama dengan
Rusia dengan tujuan untuk menghindari perpecahan di dunia Islam.
Ketegangan
di Teluk Persia terjadi setelah Arab Saudi memutuskan untuk
mengeksekusi seorang ulama Syiah dan tokoh oposisi, Nimr al-Nimr.
Keputusan Saudi ini berujung pada penyerangan kedutaan dan konsulat
Saudi di Teheran, Iran, oleh massa demonstran yang mengecam eksekusi
itu.
Penyerangan tersebut berujung pada pemutusan hubungan
diplomatik oleh Arab Saudi. Langkah ini pun diikuti oleh sejumlah
negara, seperti Sudan dan Bahrain. Sedangkan Kuwait menarik pulang
dubesnya dari Iran. (ian)
Sindonews