Sebelum ini pun rezim Suriah menggunakan pesawat tempur-pesawat tempur
buatan Rusia untuk menyerang baik oposisi Suriah maupun kaum militan
ekstremis seperti ISIS (Reuters)
Terlepas
dari pro-kontra pengerahan militer Rusia di Suriah untuk menghantam
posisi-posisi NIIS/ISIS yang tidak terbendung kekuatan perang
negara-negara di sana, menarik untuk menyimak daftar arsenal militer
yang dikerahkan.
Rusia,
yang telah bangkit lama dari keterpurukannya pasca keruntuhan Uni
Soviet, diketahui sudah mulai kembali pada kekuatan militernya yang
hampir sama dengan dulu.
Untuk
theater Suriah —karibnya sejak akhir dasawarsa ’60-an— Rusia menurunkan
kekuatan udara, peluru kendali, ribuan personel darat, hingga pencegatan
dan penyekatan di laut.
Di medan
udara, sebagaimana dinyatakan www.warontherocks.com, hari ini, Rusia
menerbangkan barisan pesawat tempur gabungan, terdiri dari 12 Sukhoi
Su-24M2, 12 Sukhoi Su-25SM dan Sukhoi Su-25UBM, empat Sukhoi Su-30SM,
dan enam Sukhoi Su-34.
Dari
barisan itu, bisa dilihat bahwa kekuatan udara yang dikerahkan
kebanyakan bomber dan serang darat (Su-24M2, Su-25SM, dan Su-25UBM),
dengan payung udara untuk meraih dan mempertahankan superioritas udara
pada Su-30SM. Sebagai gambaran, mitraliur udara Gsh-301 30 milimeter-nya
masih cukup mampu mengobrak-abrik kendaraan lapis baja pengangkut
personel medium.
Dalam
kesepakatan bantuan peralatan perang antara Presiden Suriah, Bashar
al-Asaad, Presiden Rusia, Vladimir Putin, semula dikerahkan 20 sortie
penerbangan sehari namun ekskalasi itu meningkat jadi 60 sortie sehari
kini.
Kebanyakan
memang untuk membasmi basis-basis NIIS/ISIS di darat, seperti
pusat-pusat kendali, gudang logistik perang dan amunisi, dan
perlengkapan lain, juga kamp-kamp mereka.
Masih
belum cukup, helikopter serang darat Mil Mi-24P juga dilibatkan untuk
“membersihkan” area-area yang telah diserang jajaran bomber dan serang
darat Sukhoi itu. Dari ketinggian lebih rendah, tembakan peluru 20
milimeter dari kanon putar Mi-24P ini masih diimbangi dengan peluru suar
(flare) untuk mengecoh peluru kendali panggul yang ditembakkan milisi
NIIS/ISIS.
Dari sisi
amunisi udara yang dipakai, bom berpemandu dan presisi dari jajaran
KAB-500S GPS/GLONASS atau Kh-25ML yang dipandu laser jadi andalan selain
bom konvensional OFAB 250 hingga 270.
Dia
sekelas dengan Mk-82 series dari NATO. Jika ada bunker beton yang harus
dibongkar, Rusia memiliki barisan bom BETAB-M dan bom tandan
RBK-500SPBE-D untuk menghancurkan barisan kendaraan militer pemberontak
atau tank.
Dari sisi
kekuatan darat, Rusia memiliki sistem pertahanan udara di darat
Pantsir-S1, dan belasan lusin tank T-90 serta personel infantri Angkatan
Laut-nya (sejenis marinir). Mereka berpangkalan di Tartu — kota sangat
strategis bagi pertahanan Rusia di Suriah, mirip dengan Pangkalan Clark
dan Subic di Filipina bagi Amerika Serikat untuk kawasan Asia Pasifik
Barat.
Dengan
mengandalkan Armada Laut Hitam Angkatan Laut Rusia, flotila kapal
perangnya di Laut Mediterania digeser ke pantai-pantai Suriah untuk
mendukung pertahanan udara yang lebih pasti. Belasan lusin kapal perang
berbagai kelas dilibatkan, meliputi kapal pendarat, kapal pendukung,
wahana intelijen, yang bergabung dengan kapal perang permukaan.
Di antara
mereka terdapat kapal jelajah berpeluru kendali dari kelas Slava, yang
memiliki peluru kendali laut-ke-udara S-300 yang maut itu.
Kapal-kapal
fregat kelas Krivak dan kapal perang senior destroyer kelas Kashin juga
dikerahkan walau tidak memberi kesan berarti karena teknologinya yang
sudah ketinggalan jaman. Ada kisah tidak mengenakkan, saat peluru
kendali SS-N-14 gagal diluncurkan dari silo-silonya di barisan
kapal-kapal perang kelas Kashin ini, dalam pertempuran di Semenanjung
Krimea lalu.
Masih ada
lagi flotila kapal perang Armada Laut Kaspia Rusia yang dipasang di
medan Suriah ini, di antaranya korvet kelas Buyan M, dan fregat kelas
Gepard, yang diperlengkapi peluru kendali penjelajah Kalibr-NK (3M-14T),
yang diluncurkan untuk serangan darat.
Namun menurut laporan intelijen Amerika Serikat, peluru kendali itu malah nyasar ke suatu lokasi di Iran.
Antara