Prajurit TNI menuju ke tengah hutan untuk memadamkan api di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (28/10/2015).
Sebanyak 1.000 prajurit TNI dikerahkan untuk memadamkan kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap di Sumatera Selatan. Berbagai upaya penanganan di tengah hutan tak jarang menemui hambatan, bahkan mengancam keselamatan para prajurit.
Dari 1.000 prajurit, sebanyak 130 personel ditugaskan di lokasi
penanaman kayu akasia milik sebuah perusahaan swasta yang luas totalnya
mencapai 190 ribu hektare. Para prajurit dipimpin oleh seorang Komandan
Rayon Kavaleri 1 Kostrad Mayor Andre Henry Masengi. Upaya penanganan kebakaran hutan dibagi menjadi tiga tahap, selama 24
jam. Pertama, para prajurit mencari dan menemukan titik api. Kedua,
melakukan pemadaman api, dan yang ketiga menghilangkan asap.
"Yang paling sering adalah pemadaman api. Kami patroli dari pagi
sampai malam hari, kami buat shift. Pada dasarnya, kami dengan pihak
perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk memadamkan api," ujar
Andre, saat ditemui Kompas.com, Rabu (28/10/2015).
Setiap hari, sekitar 30 hingga 40 prajurit diberangkatkan menuju
kawasan hutan. Sementara, sisanya bertugas di posko dan sebagian lagi
beristirahat untuk mengganti prajurit yang kembali dari melakukan tugas
pemadaman.
Dalam upaya pemadaman, prajurit TNI
lebih banyak melakukan penyiraman secara manual menggunakan pompa. Saat
menemukan titik api, para prajurit harus mencari sumber air, memasang
pompa, dan membentangkan selang menuju titik api. Jika lokasi sulit dijangkau dan intensitas kebakaran cukup besar,
para prajurit di lapangan dapat meminta pemadaman lewat udara, atau
water bombing.
Penuh Risiko
Berbagai hal yang dilakukan prajurit TNI tersebut memiliki tantangan
tersendiri. Letnan Satu Kavaleri Panji Prawira menceritakan pengalaman
yang dialami beberapa prajurit saat berada di tengah hutan.
“Semaksimal mungkin kita harus dekat dengan sumber air di kanal dan
dekat dengan api, karena selangnya juga ambil dari sumber air itu.
Tetapi harus berhati-hati, di kanal-kanal terkadang ada buaya juga,”
kata Panji.
Panji mengisahkan, pada suatu saat, angin kencang membawa api
sehingga para prajurit harus mencari tempat aman. Namun, saat
menghindari kobaran api yang bergerak cepat, mereka justru terjebak
kanal yang dipenuhi buaya.
“Api yang merambat seperti mahluk hidup, jadi bayangkan saja kita
dikejar-kejar api yang hidup. Harus diantisipasi, jangan sampai di
belakang kanal buaya di depannya ada api, tinggal pilih saja,” ujar
Panji, sambil tertawa.
Seperti di kawasan hutan lainnya di Indonesia, hutan di Sumatera
Selatan juga dipenuhi berbagai satwa liar. Beberapa yang ditemui saat
upaya pemadaman seperti ular piton, ular tanah, babi hutan, hingga
beruang madu.
Kabut asap cukup tebal juga berpotensi menyebabkan infeksi saluran
pernapasan. Menurut Panji, dalam kelompok prajurit yang telah bertugas
selama satu setengah bulan di Kabupaten OKI, sebanyak 57 prajurit
mengalami gangguan pernapasan akibat asap.
Bekal makanan dan peralatan
Para prajurit TNI yang bertugas melakukan pemadaman kebakaran selalu
dibekali makanan dan peralatan yang cukup. Setiap kali perjalanan menuju
hutan, setiap prajurit membawa makanan kaleng siap saji, biskuit, dan
susu untuk menetralisir kadar karbondioksida yang terbawa melalui asap
masuk ke dalam tubuh.
Sementara, untuk peralatan, selain alat pemadaman, para prajurit TNI
dilengkapi dengan peralatan sesuai standar keamanan seperti topi rimba,
water bag, sarung tangan, kaca mata, dan masker agar asap tidak masuk ke
rongga pernapasan.
“Ini sudah risiko kami dalam penanggulangan bencana. Kami tidak
mengeluh, yang penting dinikmati saja semuanya,” kata Panji.
(Kompas.com/Abba Gabrillin)
No comments:
Post a Comment