Empat unit pesawat Super Tucano EMB-314 berada di landasan parkir Bandara Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis (15/10/2015).
Setahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla,
upaya penguatan sistem pertahanan dinilai belum terlihat. Bahkan,
kebijakan pemerintah dalam hal tersebut dianggap tidak selaras dengan
visi misi pertahanan yang dipaparkan selama masa kampanye Pilpres 2014
lalu.
Pada poin kelima visi misi Jokowi-JK disebutkan, pemerintah
berjanji menguatkan sistem pertahanan dengan pemenuhan kebutuhan
pertahanan melalui peningkatan kesejahteraan prajurit dan penyediaan
alutsista secara terpadu dengan anggaran pertahanan 1,5 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB/GDP).
"Realita yang terjadi saat ini,
anggaran pertahanan 2016 turun dari anggaran sebelumnya (2015)," kata
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada Kompas.com, Jumat (16/10/2015).
Pemerintah
mengajukan anggaran sebesar Rp 95 triliun pada Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Anggaran tersebut turun Rp 7
triliun dari anggaran 2015 yang mencapai Rp 102 triliun.
Selain itu, Mahfudz juga mengingatkan Jokowi-JK yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros negara maritim dunia.
Pada
poin ketujuh visi misi disebutkan, pemerintah ingin membangun TNI yang
berorientasi pada kekuatan laut. Dengan demikian, kemampuan TNI
diharapkan dapat setara dengan negara-negara di kawasan regional Asia
Timur dan kekuatannya disegani.
Mahfudz mengatakan, untuk dapat
membangun sebuah negara dengan kekuatan maritim, dibutuhkan anggaran
yang tidak sedikit. Fokus pembangunan pertahanan tak hanya sebatas pada
kekuatan laut, tapi juga udara dan darat sebagai bantuan. Sinergi
kekuatan pertahanan itu diperlukan untuk mengontrol seluruh wilayah
Tanah Air.
"Negara maritim itu adalah suatu konsep dimana dia
harus ditopang kemampuan kita untuk mengontrol wilayah kita sendiri,"
ujar Mahufdz.
Politik luar negeri belum tegas
Mahfudz
juga mengingatkan agar Indonesia mengambil sikap tegas dalam menerapkan
kebijakan politik luar negeri, dan tak terombang-ambing dengan dinamika
politik kawasan.
"Kita harus mampu menarik suatu garis tegas.
Kepentingan nasional kita apa, dan itulah yang harus menjadi dasar
kebijakan nasional kita," kata dia.
Politisi PKS itu,
mengatakan, saat ini Amerika Serikat dan China memiliki peran yang besar
untuk memengaruhi dinamika kawasan. Secara garis politik, menurut dia,
pemerintah cenderung berorientasi barat. Namun, dari sisi penguatan
ekonomi, China terlihat lebih mendominasi.
Meski demikian,
Mahfudz tak meminta pemerintah condong pada salah satu polar kekuatan
yang ada. Pemerintah diharapkan dapat menyuarakan secara jelas
kepentingan nasional Indonesia di kancah internasional.
"Sehingga, tidak menimbulkan komplikasi tertentu," ujarnya.
Kompas
No comments:
Post a Comment