Sunday, 22 November 2015

Heli Jokowi Memantik Protes

Helikopter VVIP AgustaWestland

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mendapatkan tunggangan baru. Yaitu satu unit helikopter AgustaWestland (AW-101). Capung besi ini akan siap mengantar Jokowi blusukan ke pelosok negeri. Namun PT Dirgantara Indonesia (DI) menyayangkan karena tunggangan Presiden itu produk luar negeri.

Ditemui di Jakarta kemarin Dirut PT DI Budi Santoso menuturkan sangat kecewa dengan rencana pembelian helikopter kepresidenan itu. Helikopter yang dipesan oleh TNI AU itu merupakan gabungan dari dua perusahaan; Westland Helicopters di Inggris dan Agusta dari negeri pizza Italia. 

"Sebenarnya Presiden itu adalah bintang iklan yang sangat bagus untuk promosi kemajuan industri dirgantara dalam negeri," katanya.

Budi menuturkan yang muncul saat ini adalah militer Indonesia mengklaim heli AW-101 jauh lebih unggul dibandingkan dengan heli Super Puma yang menjadi heli kepresidenan sekarang. Dia tidak memungkiri klaim tentara itu. Namun dia meminta kalau mau membuat perbandingan TNI AU harus fair.

"Jangan membandingkan antara heli Super Puma yang dibuat sejak zaman Pak Harto (Soeharto, red) tahun 90-an dulu, dengan AW-101 yang gres. Tentu kalah," katanya.

Budi meminta kalau TNI AU ingin membandingkan, harus dengan helikopter generasi terbaru keluarga Super Puma. Dia menuturkan generasi Super Puma yang paling baru adalah Airbus Helicopters EC725 Cougar. Budi menuturkan bodi mulai dari moncong hingga ekor helikopter Cougar ini dibuat oleh PT DI. Sedangkan untuk mesin dan sejumlah komponen lainnya, digarap di Airbus, Perancis.

"Kita sebenarnya bisa membuat 100 persen di Indonesia," kata dia. Namun, karena pertimbangan bisnis, finalisasi pembuatan heli Cougar itu dilanjutkan di markas Airbus. Pertimbangan itu diantaranya disebabkan karena order heli Cougar kurang dari 10 unit, sehingga cukup mahal jika seluruh proses digarap di markas PT DI di Bandung.

Secara teknis perbedaan paling mendasar antara heli AW-101 dengan Cougar terbaru ada di jumlah mesin. Dia mengatakan heli AW-101 dilengkapi tiga buah mesin. Sedangkan heli Cougar dibekali dua buah mesin. Perkembangan teknologi heli, katanya, adalah efektifitas bobot kosong heli. Semakin besar bobot kosong heli, dinilai tidak efektif karena menyedot bahan bakar lebih besar. 

"Tentu heli dengan dua mesin, lebih hemat bahan bakar" katanya. Untuk urusan kecepatan dan daya jelajah, Budi mengatakan tidak ada perbedaan yang krusial. Sementara soal interior heli AW-101 yang beredar di dunia maya dan terkesan mewah, Budi mengatakan urusan sepele. Dia mengatakan heli Cougar juga bisa dibuatkan interior yang lebih mewah dengan bantuan ahli desainer atau pakar mebel dalam negeri.

"Pesawat kepresidenan yang dibeli di masa Pak SBY (Boeing 737-800 Business Jet, red), itu interiornya juga tidak dibuat oleh Boeing. Tetapi dibuat oleh rekanan Boeing yang spesialis urusan interior pesawat," urai dia.

Budi menuturkan heli Cougar yang dibuat antara PT DI dengan Airbus sudah dipakai banyak kepala negara. Catatannya saat ini ada lebih dari 32 kepala negara yang menggunakan keluarga/seri heli EC725. Diantaranya Presiden Singapura, Perdana Menteri Tiongkok, Presiden Perancis, Raja Spanyol, Kaisar Jepang, dan Presiden Korea Selatan.

Sementara itu hanya ada empat kepala negara yang menggunakan keluarga heli AW-101. Keempat kepala negara itu dari Turkmenistan, Arab Saudi, Algeria, dan Nigeria. Dan bakal ditambah satu lagi, jika jadi, Presiden Indonesia Jokowi. Budi berharap pemerintah konsisten ingin mengembangkan industri strategis nasional.

Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Dwi Bagarmanto mengaku siap mengakomodasi Pesawat Super Puma terbaru buatan PT DI. Namun, dengan catatan, spesifikasi pesawat sesuai dengan kebutuhan TNI AU.

"Kalau punya kemampuan sesuai yang kita inginkan ya kenapa tidak," ujanya saat dihubungi tadi malam. Namun, karena belum adanya pembicaraan dari PT DI, hingga saat ini, TNI AU hanya memiliki pilihan Pesawat AW 101 guna melengkapi skuadron VVIP. "Tapi belum ada pembicaraan dengan PT DI," imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwi juga menjelaskan, jika pembelian peswat AW 101 bukan semata-mata memenuhi kebutuhan kunjungan RI 1, melainkan untuk mengganti Skuadron VVIP. Sebab, beberapa pesawat Super Puma lama sudah harus dikandangkan.

"Jadi bisa digunakan Wapres, panglima TNI atau tamu VVIP lain," pungkasnya. Dosen aerodinamika ITB Djoko Sardjadi menuturkan pemerintah harus memberikan kesempatan terhadap PT DI. "Kalau direksi PT DI sudah mengeluarkan statement bisa membuat helikopter kepresidenan, harus diberikan kesempatan" katanya.

Supaya muncul kepercayaan dini untuk meningkatkan kualitas industri penerbangan nasional. Djoko menuturkan pemerintah harus memenag komitmen untuk meningkatkan industri strategis nasional. Terkait dengan spesifikasi teknis, seperti keamanan dan dekorasi kabin, Djoko mengatakan bisa dibuat di dalam negeri juga.

Bahkan dia mengatakan jaminan keamanan justru lebih bagus ketika pembuatan interior dan fasilitas keamanan presiden dilakukan di dalam negeri. Kalaupun ada spesifikasi yang belum bisa dipenuhi oleh helikopter buatan PT DI, pemerintah yang harus perlahan menyesuaikan.

"Standar keamanan untuk helikopter presiden Indonesia tentu tidak harus sama dengan presiden Amerika dengan Marine One-nya," kata dia. Djoko menyebutkan selama masa Soeharto sampai sekarang presiden juga aman menggunakan helikopter Super Puma.

Lombok Post

No comments:

Post a Comment