Friday, 6 November 2015

China Luncurkan Pesawat C919, Indonesia Punya N219

Perakitan Pesawat N219

Setelah China meluncurkan pesawat jet komersial pertamanya, C919, ke publik pada 2 November 2015 kemarin, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menjadwalkan hal sama. Pada November ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut akan melakukan perayaan dan perkenalan wujud pesawat N219 kepada publik. Pada proses yang biasa disebut roll out ini, N219 akan ditarik dari hanggar dan diperkenalkan ke publik.

Para insinyur pesawat PTDI saat ini sedang sibuk merakit bagian-bagian pesawat pada hanggar assembly line di Bandung, Jawa Barat. "Bulan November siap," kata Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, kepada detikFinance, Selasa (3/11/2015).

Untuk mengejar target itu, para insinyur PTDI bekerja keroyokan selama 24 jam. Alasannya, PTDI berencana mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melihat wujud pesawat baling-baling yang mampu membawa 19 penumpang itu saat proses roll out.

"Persiapan launching, kita bekerja 24 jam. Seperti jadi Sangkuriang," jelasnya.

Pesawat komersial baling-baling dengan 2 mesin buatan Pratt & Whitney ini, nantinya dibanderol seharga US$ 5 juta per unit, atau lebih murah dari pesawat sejenis yang ada di pasaran. Hingga kini, PTDI telah mengantongi order atau minat terhadap N219 sebanyak 75 unit.

Untuk pengembangan, PTDI melibatkan sekitar 300 ahli pesawat lokal. Pengembangan murni memakai 100% jasa tenaga lokal. Berbeda dengan pengembangan pesawat pendahulu yakni N250, proses perancangan hingga perakitan melibatkan ratusan insinyur pesawat asing.

"Ini tenaga lokal semua. Ini campuran senior dan junior, totalnya hampir 300 insinyur," jelasnya.

Setelah roll out pada November ini, N219 akan melakukan uji struktur hingga uji sistem selama 6 bulan. Proses ini diperlukan untuk mengantongi flight permit dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Flight permit dipakai sebagai syarat melakukan terbang perdana (first flight). Ditargetkan, N219 bisa terbang perdana pada Mei 2016.

"Target kami first flight pada bulan Mei 2016. Untuk proses first flight, kami harus dapatkan flight permit dari DKUPPU Kemenhub," kata Program Manager PTDI untuk N219, Budi Sampurno kepada detikFinance.

Setelah melakukan first flight, PTDI akan melakukan uji terbang (test flight) N219. Proses ini dilakukan selama 630 jam terbang. Syarat test flight diperlukan untung mengatongi sertifakasi tipe (type certificate) dari Kemenhub. PTDI sendiri telah mengajukan permohonan sertifikasi tipe N219 ke Kemehub sejak 4 Februari 2014.

"Sesuai regulasi CASR (Civil Aviation Safety Regulations) 23, waktu yang diberikan untuk sertifikasi 3 tahun. Jadi target kami tanggal 4 Februari 2017, N219 sudah dapat Type Certficate atau sertfikat laik terbang dari Kemenhub," jelas Budi.

Sejalan dengan permohonan sertifikasi ke Kemenhub, PTDI juga mengajukan uji sertifikasi kelaikan terbang N219 ke lembaga penerbangan internasional seperti, European Aviation Safety Agency (EASA).

Setelah mengantongi sertifikasi dari Kemenhub, PTDI akan mengurus production certificate sebagai syarat tambahan untuk melakukan produksi massal N219 di Bandung, Jawa Barat. Alhasil, produksi massal bisa dilakukan pada awal 2017.

"Produksi massal boleh dilakukan setelah mendapatkan type certificate," sebutnya.

N219 merupakan pesawat yang mulai dirancang sejak 2007 lalu. Pesawat ini dibuat dengan kapasitas 19 orang dan memiliki kelebihan bisa lepas landas dalam jarak pendek, sehingga cocok untuk daerah-daerah terpencil, termasuk di Indonesia.


RI Tak Berani Tiru China Saingi Boeing dan Airbus, Ini Alasannya

 

 
Hanggar PTDI

Indonesia pada era 1990-an pernah menggagas pengembangan pesawat jet komersial berkapasitas di atas 100 orang, yaitu N2130. Belum sampai ke tahap terbang perdana alias baru memasuki desain awal, proyek ini dihentikan.

Saat itu, produsen pesawat dunia Boeing dan Airbus sempat merasa 'terancam' dengan rencana Indonesia masuk ke kelas pesawat bermesin jet untuk membawa di atas 100 penumpang. 

Belajar dari kondisi itu, Indonesia akan fokus masuk ke pesawat penumpang baling-baling. Sementara China, baru-baru ini menerbitkan pesawat baru C919, yang menyaingi Airbus dan Boeing.

"Masuk ke jet, kita bisa diganyang Boeing, Airbus, terus produsen dari Jepang dan China. Indonesia jangan pesawat di atas 100 penumpang. Itu lahan mereka," kata Kepala Program Pesawat Terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Agus Aribowo kepada detikFinance, Selasa (3/11/2015).

Selain itu, landasan pesawat di Indonesia mayoritas di bawah 2.000 meter. Padahal, pesawat jet sekelas Boeing 737 memerlukan panjang landasan minimal di atas 2.000 meter agar pesawat bisa take off landing. Alhasil, pengembangan pesawat baling-baling dinilai tepat untuk memenuhi kebutuhan pasar pesawat dan kondisi bandara RI.

LAPAN juga memiliki ide untuk masuk ke pesawat di atas 100 orang, namun dengan penggerak baling-baling. LAPAN berencana dalam jangka panjang membuat pesawat baling-baling berkapasitas di atas 140 penumpang, N2140. Pasar pesawat baling-baling untuk angkutan komersial kelas ini belum digarap oleh produsen pesawat dunia seperti ATR.

"Kita tidak masuk di pasar yang dikuasai negara besar. Di kelas 145 penumpang dengan propeller (baling-baling), kita belum ada saingan," ujarnya.

Untuk menggerakkan pesawat itu, LAPAN menawarkan penggunaan mesin Europrop. mesin tipe terbaru ini, telah dipakai pada pesawat angkut militer raksasa keluaran Airbus, A-400.

Meski bisa membawa penumpang setara pesawat jet narrow body, N2140 usulan LAPAN bisa mendarat pada landasan di bawah 2.000 meter. "Baling-baling bisa mendarat pada landasan 1.500-1.800 meter," jelasnya.

LAPAN akan memasukkan rencana N2140 ke dalam master plan pengembangan kedirgantaraan jangka panjang. N2130 rencananya dikembangkan setelah LAPAN bersama PT Dirgantara Indonesia (Persero) mengembangkan pesawat baling-baling kelas N219 sampai N270. Untuk pengembangan pesawat baling-baling raksasa ini, LAPAN memproyeksi kebutuhan investasi di atas Rp 5 triliun.
(feb/dnl)

Detik 

No comments:

Post a Comment