Pengamat militer dan intelijen Nuning Kertopati
Dalam pertemuan ASEAN Defence Ministry Meeting (ADMM) Plus atau
pertemuan Menhan Se-ASEAN dan mitranya di Kuala Lumpur, Malaysia, 29
Oktober-5 November 2015, seharusnya Indonesia mampu menjadi ‘Bridge
Builders’ atau pembangun jembatan bagi terciptanya perdamaian di
kawasan. Demikian disampaikan oleh pengamat militer dan intelijen Nuning
Kertopati kepada Jurnal Maritim, Jumat, 16/11/2015.
“Indonesia seharusnya bisa memainkan perannya sebagai “Bridge
Builders” di kawasan dan mendorong sentralitas ASEAN,” tegas Nuning.
Menurutnya, Indonesia merupakan negara non-claimant states di Laut
China Selatan (LCS) yang memiliki pengaruh untuk menetapkan suatu
keputusan bersama dalam pertemuan strategis antara Menhan Se-ASEAN itu.
“Tanpa suatu Pernyataan Bersama adalah hal yang disesalkan dalam pertemuan itu,” ungkapnya dengan heran.
Memanasnya eskalasi konflik di LCS membuat ASEAN menjadi kawasan yang
senantiasa diperebutkan pengaruhnya oleh negara-negara besar. Dengan
kata lain, ASEAN menjadi tempat tarik menarik kepentingan untuk
memperkuat hegemoni para negara adi daya.
“Hal ini menunjukkan sentralitas ASEAN yang semakin pudar dalam
menghadapi kepentingan-kepntingan negara besar yang dapat mengancam
perdamaian di kawasan,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan oleh mantan Anggota Komisi I DPR RI ini bahwa
perjalanan keikut sertaan Indonesia dalam forum itu selalu mengeluarkan
rekomendasi-rekomendasi strategis terkait penguatan kawasan dalam
meredakan ketegangan, khususnya di LCS.
“Pernah terjadi dan berhasil diselesaikan upaya itu dengan shuttle diplomacy oleh
Indonesia. Kini ditunggu kepiawaian dan kepemimpinan diplomasi
Indonesia di kawasan, atau apakah Indonesia hanya mengekor satu
kepentingan negara besar tertentu saja?” selorohnya.
Wanita yang aktif juga mengajar di berbagai Perguruan Tinggi itu
selanjutnya menegaskan meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional
dan kawasan memerlukan strategi pertahanan yang matang, begitu juga
dengan strategi diplomasinya.
“Ini adalah esensi ancaman yang ada di kawasan yang selama ini tidak dapat dilihat hanya secara gambling oleh penyusunan strategi pertahanan Indonesia,” keluhnya.
ADMM dihadiri para menteri pertahanan dari 10 negara anggota ASEAN
dan rekan-rekan mereka dari negara lain, yakni Australia, Tiongkok,
India, Jepang, dan AS. Pertemuan berlangsung seminggu setelah kapal
perang AS menantang batas teritorial di sekitar salah satu pulau buatan
Tiongkok di kepulauan Spratly, dalam suatu operasi yang disebut patroli
kebebasan navigasi.
Tiongkok mengklaim memiliki sebagian besar Laut China Selatan, di
mana lebih dari US$ 5 triliun perdagangan global melintas setiap tahun.
Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan juga melakukan klaim
tandingan. Selama ini, Tiongkok keberatan dengan apa yang disebutnya
sebagai gangguan luar dalam sengketa Laut China Selatan itu.
AS sebenarnya tidak memiliki posisi pada klaim Laut China Selatan
itu. Tetapi, AS bersama sekutunya di ASEAN, seperti Filipina, merasa
khawatir dengan aksi Tiongkok yang semakin keras, termasuk membangun
pulau buatan di teritori yang disengketakan.
Di sini terlihat sekali pertarungan antara dua negara tersebut dalam
ajang pertemuan Menhan Se-ASEAN itu. Sebelum pertemuan, Menhan RI
Ryamizard Ryacuddu telah melakukan lawatan ke Tiongkok guna meningkatkan
kerja sama pertahanan yang lebih intensif di antara kedua negara.
Termasuk poin pentingnya yang dibahas adalah adanya joint patrol di antara kedua negara yang juga melibatkan negara-negara lain di ASEAN.
Namun, di hampir waktu yang bersamaan, Presiden Jokowi juga melakukan
kunjungan ke AS yang kemudian menghasilkan tawaran kepada Indonesia
untuk masuk ke dalam Trans Pacific Partnership (TPP). Sehingga muncul
asumsi publik yang berfikir Indonesia sedang bermain di dua kaki dan
tetap memerankan sebagai pihak netral.
Di akhir penyampaiannya, Nuning mengutarakan dalam perjalanan
diplomasi Indonesia selalu berprinsip Non Blok atau lebih dikenal dengan
prinsip yang tidak memihak alias netral, namun tetap harus vocal untuk mewujudkan perdamaian kawasan.
“Paling tidak kalaupun netral, harus ada suaranya dong, agar tercipta
usulan-usulan yang strategis untuk perdamaian kawasan,” pungkasnya. [AN]
No comments:
Post a Comment