Selang tiga jam setelah jet tempur F-16s militer Turki menembak jatuh pesawat Sukhoi Su-24 Rusia di perbatasan Suriah kemarin, jagat maya diramaikan dengan tagar Perang Dunia Ketiga. Para pengguna Internet di media sosial menunggu reaksi Rusia setelah pesawat mereka ditembak jatuh oleh Turki.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan peristiwa itu ibarat ditusuk dari belakang oleh kaki tangan teroris.
"Pesawat kami ditembak jatuh di wilayah Suriah oleh rudal dari F-16 Turki. Pesawat itu jatuh di Suriah, empat kilometer dari perbatasan dengan Turki. Pilot dan pesawat kami tidak dalam kondisi mengancam Turki," kata Putin dalam siaran televisi beberapa jam setelah insiden itu terjadi, seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (24/11).
Sebelumnya Turki mengatakan pesawat Rusia itu memasuki wilayah udara mereka dan sudah diperingatkan sepuluh kali sebelum ditembak jatuh. Kementerian Pertahanan Rusia berkukuh pesawat mereka masih berada dalam wilayah udara Suriah.
Cuplikan video memperlihatkan jet Rusia itu terbakar di udara kemudian jatuh di wilayah Suriah. Dua pilot Rusia itu berhasil menyelamatkan diri dengan kursi pelontar. Satu pilot dinyatakan selamat dan satu lagi tewas dibunuh kelompok pemberontak Suriah keturunan Turki.
Dalam waktu beberapa jam pula organisasi negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahan Atlantik Utara (NATO) menggelar rapat luar biasa setelah insiden itu. Turki adalah satu dari 28 negara yang tergabung dalam NATO.
"Apa mereka mau NATO jadi pelayan ISIS? Saya paham setiap negara punya kepentingan sendiri kami hormati itu, tapi kami tidak akan menoleransi kejahatan semacam ini," ujar Putin.
Akankah peristiwa ini memicu Perang Dunia Ketiga seperti yang ditunggu-tunggu jagat dunia maya kemarin?
Pengamat terorisme dari Pusat Terorisme dan Pemberontakan IHS Janes mengatakan, insiden ini akan berdampak pada krisis diplomatik kedua negara.
"Insiden antara Rusia dan Turki ini memang sangat mungkin terjadi tapi hanya sebatas krisis diplomatik," ujar IHS Janes.
Peristiwa kemarin adalah pertama kalinya sejak era Perang Dingin sebuah negara NATO menembak jatuh pesawat Rusia.
Jika insiden itu terjadi di masa Parang Dingin maka boleh jadi perang nuklir akan terjadi.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut jatuhnya jet Rusia itu adalah bentuk provokasi yang sudah terencana oleh Turki, namun dia mengatakan Rusia tidak bermaksud memulai perang dengan Turki.
Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama mendukung keputusan Turki menjatuhkan pesawat yang terkesan mengancam. "AS dan NATO mendukung sepenuhnya hak Turki dalam mempertahankan kedaulatannya," kata Obama.
Dengan adanya insiden ini konflik di Timur Tengah, khususnya di Suriah semakin pelik dan runyam.
Rusia sebelumnya mengatakan mereka membombardir ISIS di Suriah seperti halnya yang dilakukan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Peta kekuatan dalam konflik di Suriah memang sudah cukup jelas. Negara Barat, termasuk NATO dan Amerika, ingin rezim Basyar al-Assad di Suriah digulingkan. Mereka membantu dana dan persenjataan bagi kelompok pemberontak anti-Assad. Namun Rusia dan Iran yang bersekutu menginginkan Assad tetap bertahan. Mereka membantu militer Suriah menghadapi kaum pemberontak termasuk ISIS.
Mark Galeotti, pengamat Rusia dari Universitas New York, Amerika Serikat, menilai Rusia tidak akan gegabah menyerang Turki lantaran insiden ini. NATO pun tidak akan bertindak lebih jauh.
"Eropa ingin Moskow jadi bagian dari solusi di Suriah. Moskow dan negara NATO di Eropa tidak akan membiarkan insiden ini berdampak lebih jauh," kata dia, seperti dikutip situs Vox.com, kemarin.
Merdeka
No comments:
Post a Comment