Pengajar Ilmu Hubungan Internasional UI Edy Prasetyono, mantan Panglima
TNI Jenderal (Purn) Moeldoko, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani
dan anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim Mengga saat diskusi
bertajuk 'Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?' di
Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
Mantan
Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, selama ini ada
pandangan yang salah terkait kinerja TNI pada masa damai, terutama soal
penugasan anggota TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
"Saya sedikit tergelitik ada pemikiran sesat. Daripada TNI nganggur, lebih baik diberi OMSP. Itu ngaco,"
kata Moeldoko saat diskusi bertajuk "Operasi Militer Selain Perang:
Sumber atau Solusi Masalah?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin
(12/10/2015).
Diskusi yang diselenggarakan Fraksi Demokrat di DPR
itu turut dihadiri oleh anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim
Mengga, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani, dan pengajar Ilmu
Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Edy Prasetyono.
Ia
menjelaskan, OMSP merupakan bagian dari penguatan doktrin sistem
pertahanan semesta (sishanta) yang selama ini sudah ada di dalam UUD
1945. Dalam menjalankannya, ada instrumen yang harus dipenuhi TNI, yakni
kemanunggalan TNI dengan rakyat.
"Sebenarnya ada kekuatan yang
luar biasa apabila TNI dan masyarakat bergabung. Oleh karena itu, saat
saya menjadi Panglima TNI, saya doktrinkan itu," ujarnya.
Moeldoko
menambahkan, TNI perlu melakukan inovasi sosial jika ingin pelaksanaan
OMSP berhasil. Inovasi sosial yang selama ini sering dilakukan yaitu
dengan menandatangani nota kesepahaman dengan pemda untuk penguatan
daerah.
Sebagai negara kepulauan, maka sistem pertahanan yang
seharusnya diterapkan Indonesia yakni dengan menguatkan peran serta
masyarakat di dalam menjaga pertahanan. Untuk mewujudkan itu, ia
mengatakan, TNI perlu terjun ke lapangan untuk melakukan pendekatan
kepada masyarakat.
Sejumlah upaya yang telah dilaksanakan yakni
melakukan misi kemanusiaan dengan membantu penanganan kebakaran hutan
dan lahan, bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Nias, atau mencari
pesawat AirAsia yang hilang beberapa waktu lalu.
"Dengan
kompartemenisasi negara kepulauan, maka diharapkan masing-masing pulau
dapat mempertahankan diri dengan baik jika menghadapi ancaman," kata
dia.
Sementara itu, Salim Mengga menilai, sistem pertahanan
dengan penguatan masing-masing pulau yang ada merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi pemerintah. Namun, sebelumnya, pemerintah perlu
mengetahui keunggulan dan kelemahan setiap pulau. Dengan demikian,
pemerintah dapat melakukan langkah yang tepat untuk menyusun strategi
keamanan.
"Jadi pulau-pulau itu harus tahu keunggulan masing-masing," ujarnya.
Untuk
diketahui, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas
telah mengatur mengenai tugas pokok TNI. Di dalam Pasal 7 ayat (2)
disebutkan, selain operasi militer perang (OMP), diatur pula tugas TNI
dalam OMSP.
Setidaknya, ada 14 OMSP TNI yang diatur dalam UU itu,
yakni mengatasi gerakan separatisme bersenjata, pemberontakan
bersenjata, terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, obyek vital
nasional yang bersifat strategis, dan melaksanakan tugas perdamaian
dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
Kemudian,
mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;
memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini
sesuai sishanta; membantu tugas pemda dan kepolisian dalam rangka
keamanan dan ketertiban; mengamankan tamu negara setingkat kepala dan
perwakilan pemerintah asing yang berada di Indonesia; membantu
menanggulangi akibat bencana alam; SAR; serta membantu mengamankan
pelayaran dan penerbangan terhadap aksi pembajakan, perompakan, dan
penyelundupan.
No comments:
Post a Comment