Tuesday, 13 October 2015

Moeldoko: Daripada TNI "Nganggur", Dikasih Operasi Militer Selain Perang, Itu "Ngaco"!

Pengajar Ilmu Hubungan Internasional UI Edy Prasetyono, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani dan anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim Mengga saat diskusi bertajuk 'Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?' di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, selama ini ada pandangan yang salah terkait kinerja TNI pada masa damai, terutama soal penugasan anggota TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).

"Saya sedikit tergelitik ada pemikiran sesat. Daripada TNI nganggur, lebih baik diberi OMSP. Itu ngaco," kata Moeldoko saat diskusi bertajuk "Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/10/2015).

Diskusi yang diselenggarakan Fraksi Demokrat di DPR itu turut dihadiri oleh anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim Mengga, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani, dan pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Edy Prasetyono.

Ia menjelaskan, OMSP merupakan bagian dari penguatan doktrin sistem pertahanan semesta (sishanta) yang selama ini sudah ada di dalam UUD 1945. Dalam menjalankannya, ada instrumen yang harus dipenuhi TNI, yakni kemanunggalan TNI dengan rakyat.

"Sebenarnya ada kekuatan yang luar biasa apabila TNI dan masyarakat bergabung. Oleh karena itu, saat saya menjadi Panglima TNI, saya doktrinkan itu," ujarnya.

Moeldoko menambahkan, TNI perlu melakukan inovasi sosial jika ingin pelaksanaan OMSP berhasil. Inovasi sosial yang selama ini sering dilakukan yaitu dengan menandatangani nota kesepahaman dengan pemda untuk penguatan daerah.

Sebagai negara kepulauan, maka sistem pertahanan yang seharusnya diterapkan Indonesia yakni dengan menguatkan peran serta masyarakat di dalam menjaga pertahanan. Untuk mewujudkan itu, ia mengatakan, TNI perlu terjun ke lapangan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat.

Sejumlah upaya yang telah dilaksanakan yakni melakukan misi kemanusiaan dengan membantu penanganan kebakaran hutan dan lahan, bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Nias, atau mencari pesawat AirAsia yang hilang beberapa waktu lalu.

"Dengan kompartemenisasi negara kepulauan, maka diharapkan masing-masing pulau dapat mempertahankan diri dengan baik jika menghadapi ancaman," kata dia.

Sementara itu, Salim Mengga menilai, sistem pertahanan dengan penguatan masing-masing pulau yang ada merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pemerintah. Namun, sebelumnya, pemerintah perlu mengetahui keunggulan dan kelemahan setiap pulau. Dengan demikian, pemerintah dapat melakukan langkah yang tepat untuk menyusun strategi keamanan.

"Jadi pulau-pulau itu harus tahu keunggulan masing-masing," ujarnya.

Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas telah mengatur mengenai tugas pokok TNI. Di dalam Pasal 7 ayat (2) disebutkan, selain operasi militer perang (OMP), diatur pula tugas TNI dalam OMSP.

Setidaknya, ada 14 OMSP TNI yang diatur dalam UU itu, yakni mengatasi gerakan separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata, terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, obyek vital nasional yang bersifat strategis, dan melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.

Kemudian, mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya; memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sishanta; membantu tugas pemda dan kepolisian dalam rangka keamanan dan ketertiban; mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing yang berada di Indonesia; membantu menanggulangi akibat bencana alam; SAR; serta membantu mengamankan pelayaran dan penerbangan terhadap aksi pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

No comments:

Post a Comment